Fresh Juice 15 Juni 2013 – Mat. 5:33-37 : Mengungkapkan Isi Hati

Play

Pembawa Renungan : Sandy Kusuma

2Kor. 5: 14-21;
Mzm. 103:1-2,3-4,8-9,11-12;
Mat. 5:33-37

 

Daily Fresh Juice
Sabtu Pekan Biasa X
15 Juni 2013

“Mengungkapkan Isi Hati”

Sandy Kusuma


Para sahabat Fresh Juice,
Kita berjumpa kembali dalam Daily Fresh Juice edisi Sabtu, Pekan Biasa ke-X, minggu ke-3 di bulan Juni ini.
Saya, Sandy Kusuma, dari Denpasar, Bali.
Hari ini kita akan mendengarkan Injil Matius, Bab 5, ayat 33 sampai 37.

“Aku berkata kepadamu, jangan sekali-kali bersumpah.”

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:

Dalam khotbah di bukit, Yesus berkata,
“Kalian telah mendengar
apa yang disabdakan kepada nenek moyang kita,
‘Jangan bersumpah palsu,
melainkan peganglah sumpahmu di hadapan Tuhan.’
Tetapi Aku berkata kepadamu,
‘Jangan sekali-kali bersumpah,
baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah,
maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya,
ataupun demi Yerusalem,
karena Yerusalem adalah kota Raja Agung.
Jangan pula bersumpah demi kepalamu,
karena engkau tidak berkuasa
memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun.

Jika ya, hendaklah kalian katakan: ya,
jika tidak, hendaklah kalian katakan: tidak.
Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat.

Demikianlah Injil Tuhan.

Para sahabat Daily Fresh Juice yang dikasihi Tuhan,
Kata sumpah memiliki makna ganda, bisa positif tetapi juga bisa negatif.
Jika yang dimaksudkan sumpah sebagai pernyataan tekad untuk menunaikan sesuatu yang baik, tentulah sumpah itu baik adanya.
Untuk maksud ini, orang lebih suka menggunakan kata janji, ikrar, kaul atau nazar,
ketimbang menggunakan kata sumpah yang konotasinya cenderung negatif.

Sumpah juga bisa berarti kutuk atau tulah,
yaitu keinginan yang kuat agar orang lain celaka.
Seringkali terjadi, gara-gara masalah sepele kita bisa menyumpahi orang lain se demikian beratnya.
Ketika melihat seseorang terluka parah akibat kecelakaan, lha kok bisa-bisanya kita malah berkata, “rasainelo, kapok elo!”, dikait-kaitkan dengan apa yang telah diperbuat oleh orang itu.
Orang itu membutuhkan pertolongan, bukan sumpah serapah yang tak ada gunanya itu.

Sumpah juga bisa dilakukan orang
untuk menguatkan pernyataan terhadap apa yang dianggapnya benar,
yang diyakininya sebagai suatu kebenaran,
seringkali dengan tujuan untuk membela diri.
Untuk maksud yang baik, Tuhan Yesus tentu tidak akan melarangnya.
Tetapi untuk menguatkan sesuatu yang dianggapbenar,
membela atau membenarkan diri sendiri,
apalagi mengatas-namakan Tuhan,
ini yang tidak dikehendaki Yesus.

Pada bagian lain dari Injil Matius ini,
yakni pada bab 23 ayat 16 sampai 22,
Yesus mempertegas soal sumpah itu.
Beginilah yang disampaikan Yesus kepada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
“Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta yang berkata:
Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah;
tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat.
Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta,
manakah yang lebih penting: emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu?
manakah yang lebih penting: persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu?
Karena itu barangsiapa bersumpah demi mezbah,
ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya.
Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci,
ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ.
Dan barangsiapa bersumpah demi surga,
ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya.”

Jika se demikian berat sumpah itu,
sadarlah kita akan tanggungan dari sumpah yang kita ucapkan.
Tetapi mengapa di jaman sekarang ini
orang begitu mudah bersumpah, se mudah ia mengingkari sumpahnya sendiri?
Melalui Injil hari ini,
Yesus menyadarkan kita bahwa jika iya, hendaklah katakan iya.
Jika tidak, katakanlah tidak.
Itu saja.
Jangan dilebih-lebihkan lagi, karena selebihnya berasal dari si jahat.
Tambahan-tambahan ini, atau melebih-lebihkan ini,
bisa membuat kebenaran nampak seperti kepalsuan.
Kebenaran bisa tertutupi oleh kepalsuan, sehingga kebenarannya tak nampak,
namun kepalsuan hanya bisa ditutupi oleh kepalsuan lain, tidak bisa dibungkus oleh kebenaran.
Ibarat sepuhan emas, orang tetap tahu kalau di dalamnya bukan emas.

Katakan iya jika memang iya.
Katakan tidak jika memang tidak.
Dengan kata lain, ungkapkanlah isi hati kita.
Apa yang ada di hati,
itulah yang semestinya kita ucapkan, yang semestinya kita ungkapkan.
Hatinya milik kita, bibirnya milik kita juga.
Maka, biarkanlah mereka kompak, jangan sampai dikatakan orang “lain di bibir lain di hati”.
Memang Lidah tak bertulang,
ia mampu menyangkal apa kata hatinya,
lebih mematuhi apa kata pikiran yang ada di benaknya.
Tetapi seharusnya, pikiran yang ada di benak kitalah yang mestinya mengalah.

Ketika remaja, saya dan teman-teman sering memanfaatkan waktu luang
dengan berkunjung ke rumah teman wanita kami.
Suatu ketika, ibu dari teman yang kami kunjungi menyuguhi kami makanan ringan.
Tak lama setelah itu, ibu itu datang lagi, lalu bertanya, “Bagaimana kue-nya, nak? Enak ‘kan? Tante sendiri lho yang bikin.”
Kami saling lirik satu dengan yang lain, mungkin kue itu memang enak tetapi sudah basi, samar-samar nampak sudah berjamur.
Seorang teman dengan sigap menyahut,
“Oh, enak sekali, Tante. Saya boleh nambah ya?”, katanya sambil mengambil sepotong lagi.
Sesungguhnya saya ingin mengatakan apa yang ada di hati saya,
tetapi teman saya itu sempat menoleh kepada saya sambil mengedipkan matanya
ketika mengambil kue itu.
Lalu saya memilih diam,
tapi saya tak kuasa menahan kepala saya agar tak mengangguk tanda setuju.
Saya tidak menjawab, tetapi anggukan kepala saya adalah jawaban, mengatakan bahwa kue itu enak.
Situasi seperti ini memang seringkali kita alami dalam kehidupan sehari-hari,
situasi yang serba-salah.
Mengatakan iya atau tidak, sama-sama menghasilkan konsekuensi.

Para sahabat Daily Fresh Juice,
Mengungkapkan isi hati itu memang tidak mudah.
Kalau memang mudah, tentu Yesus tak perlu lagi mengajarinya.
Ada banyak faktor-faktor duniawi yang menjadi penghambatnya,
entah itu etika, sopan santun, rasa malu, ingin selamat dan sebagainya.
Tetapi seharusnya kita menyadari bahwa
mengungkapkan isi hati kita kepada Tuhan itu
sama sekali tidak ada halangannya.
Kita dapat melakukannya kapan saja kita mau.
Jujur kepada Tuhan itu semestinya mudah,
karena Tuhan menghargai kejujuran kita dan akan mengampuni kesalahan kita.
Apalagi kita juga sudah tahu, mana bisa Tuhan itu dibohongi?

Mengungkapkan isi hati kita kepada Tuhan,
melalui doa pribadi, adalah pertemuan empat mata yang jujur dan terbuka.
Doa pagi adalah favorit saya.
Saat itulah kesempatan saya untuk memeriksa batin, apakah saya sudah mengatakan iya jika memang iya, atau mengatakan tidak jika memang tidak.

Nah,
setelah pandai mengungkapkan isi hati kita kepada Tuhan,
lakukan juga itu kepada orang-orang lain.
Dengan memperlakukan orang lain sebagai orang-orangnya Tuhan,
semoga kita akan dimudahkan untuk mengatakan iya jika memang iya
dan mengatakan tidak jika memang tidak.
Kita bisa memulainya dengan orang-orang dekat kita, saudara, suami, istri, anak, orangtua kita, atau dengan sahabat kita.
Lambat laun akhirnya dengan siapa saja.
Sungguh merupakan kebahagiaan besar, ketika kita mengatakan iya atau tidak, tanpa perlu dibarengi dengan sumpah, orang mempercayainya seperti sedang menerima sumpah.
Kitalah yang mampu membuat diri kita dipercaya orang.
Itu terbentuk dari apa yang kita ucapkan.
Dan dari ucapan kitalah orang bisa melihat ke dalam hati kita, lalu mempercayainya,
karena apa yang kita ucapkan itulah yang ada di dalam hati kita.

Saya mengajak pendengar Daily Fresh Juice untuk berdoa bersama.
Marilah kita berdoa.
Ya Bapa di Surga,
Ajarilah kami untuk melatih bibir kami agar senantiasa mematuhi apa kata hati kami,
sehingga ia mampu mengatakan iya jika memang iya dan mengatakan tidak jika memang tidak.
Perbuatlah sesuatu agar pikiran yang ada di benak kami pun mau mengerti betapa pentingnya mengungkapkan isi hati, agar jangan lagi ia menghalang-halangi kami mengucapkan kebenaran yang ada di dalam hati kami.
Permohonan ini kami sampaikan kepada-Mu, ya Tuhan,
melalui perantaraan Putera-Mu, Yesus Kristus,
Tuhan dan Allah kami, yang hidup dan berkuasa sampai selama-lamanya.
Amin.

Saya, Sandy Kusuma, yang sedang bersukacita hari ini, karena berkesempatan mewartakan Injil Tuhan.
Sampai jumpa bulan depan.
Salam Fresh juice!