Pria Katolik Hari #5 – Jujurkah Aku?

Play

Saya punya sebuah pengalaman. Ketika masih berada di kelas IV Sekolah Dasar, pada saat ulangan Matematika, ada seorang teman yang menyontek. Pak Guru melihatnya sedang menyontek tetapi ia mengatakan tidak menyontek. Kami semua tertawa karena kenyataan dia menyontek, buku catatannya terbuka dan ia sudah melihat bagian yang berhubungan dengan salah satu butur pertanyaan. Akibatnya adalah kami semua mendapat hukuman. Kami harus menulis di atas kertas yang agak tebal: “Jujurkah aku?” dan menggantungkan di leher selama satu minggu. Jadi setiap kali masuk ke halaman sekolah, setiap anak kelas IV pasti memiliki tulisan yang bergantung di dada.Pengalaman ini sangat berharga bagi saya dan teman-teman untuk bertindak jujur.

Pada zaman ini banyak orang mengatakan bahwa pada umumnya kaum pria itu tidak jujur. Banyak suami tidak jujur dengan istrinya dalam hal relasi antar pribadi sebagai suami dan istri dan juga dalam hal keuangan. Banyak pria yang ingkar janji dan tidak jujur dalam berpacaran. Banyak pria yang tidak jujur dalam pekerjaan: korupsi waktu, korupsi uang dan barang lainnya. Nah, tentu saja ketika mendengar berita seperti ini kita merasa malu dan terpukul sebagai sesama kaum pria. Masa kita memiliki spiritualitas kebohongan? Tidak ada spiritualitas kaum pria yang berbohong. Spiritualitas yang ada adalah spiritualitas kejujuran.

Rekan-rekan Pria katolik yang baik. Di dalam Kitab Suci kita memiliki banyak tokoh Alkitab yang cemerlang dengan kebajikan jujur dalam hidupnya. Salah seorang yang saya angkat sebagai tokoh adalah St. Yosef, suami Maria. Yusuf bertunangan dengan Maria tetapi Maria mengandung dari Roh Kudus. Sebagai seorang Yahudi tulen, ia mau menceraikan Maria secara diam-diam, karena dia juga sangat mencintai dan menghormati Maria. Penginjil Matius menggambarkan Yosef sebagai pria yang jujur dan tulus hati. (Mat 1: 18-20). Yosef adalah seorang pria sejati yang tidak mau menjadi figure terkenal tetapi dia seperti humus tanah. Tidak kelihatan tetapi memiliki andil yang besar terhadap Yesus Penebus dunia. Dia bekerja diam-diam, dibelakang layar dengan tulus hati.

Nilai-nilai kejujuran itu mulai luntur. Siapa yang mau menegakkan kembali nilai-nilai ini? Tentu saja anda dan saya. Kita sebagai kaum pria memiliki panggilan luhur untuk menjadi pribadi yang jujur di dalam keluarga dan di tempat di mana kita bekerja. Apabila kita dapat berusaha untuk jujur dalam hal-hal yang kecil saja, sudah membantu banyak orang untuk jujur dalam hal-hal yang besar. Sekarang lihatlah di dalam hidupmu: Apakah anda  jujur dalam hidupmu? Mulailah jujur dari hal-hal yang kecil, karena hal-hal yang besar akan datang dengan sendirinya. Hendaknya setelah melakukan sebuah pekerjaan, tanyalah dirimu: “Apakah aku sudah bersikap jujur?”

Mari membangun sikap jujur!

PJSDB