Fresh Juice 8 Januari 2014 – Mrk 6:45-52: Sungguh-Sungguh Allah

Play

Pembawa Renungan : Rm John Laba, SDB

Hari Rabu Epifani

1Yoh 4:11-18

Mzm 72:1-2.10-11.12-13

Mrk 6:45-52

 

Lectio:

Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan berangkat lebih dulu ke seberang, ke Betsaida, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang. Setelah Ia berpisah dari mereka, Ia pergi ke bukit untuk berdoa. Ketika hari sudah malam perahu itu sudah di tengah danau, sedang Yesus tinggal sendirian di darat. Ketika Ia melihat betapa payahnya mereka mendayung karena angin sakal, maka kira-kira jam tiga malam Ia datang kepada mereka berjalan di atas air dan Ia hendak melewati mereka. Ketika mereka melihat Dia berjalan di atas air, mereka mengira bahwa Ia adalah hantu, lalu mereka berteriak-teriak, sebab mereka semua melihat Dia dan merekapun sangat terkejut. Tetapi segera Ia berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” Lalu Ia naik ke perahu mendapatkan mereka, dan anginpun redalah. Mereka sangat tercengang dan bingung, sebab sesudah peristiwa roti itu mereka belum juga mengerti, dan hati mereka tetap degil.

 

Renungan

 

Sungguh-Sungguh Allah

Beberapa bulan yang lalu saya membaca kesaksian iman seorang pemuda. Ia selalu berpikir bahwa Tuhan tidak ada. Banyak sahabatnya pernah mengajaknya ke Gereja untuk beribadat tetapi ia selalu memiliki seribu satu alasan yang intinya bahwa ia tidak percaya bahwa Tuhan sungguh-sungguh ada. Pada suatu malam ia merasa mual dan ada sesuatu yang aneh keluar dari muntahan mulutnya. Setelah melihatnya dengan teliti ternyata ada gumpalan-gumpalan darah berwarna kehitam-hitaman. Ia segera merasa takut dan memohon bantuan seorang dokter. Ketika dokter itu tiba di rumah, ia berdoa sejenak lalu melakukan pemeriksaan terhadapnya. Tanpa mengatakan jenis penyakit apa, dokter memberinya resep untuk obat tertentu yang juga belum dikenalnya. Setelah itu dokter mengatakan: “Jangan lupa berdoa dan mohonlah Tuhan Yesus untuk menyembuhkanmu”. Ia kebingungan karena belum tahu berdoa. Hanya ini doa sederhana dicapkannya: “Tuhan Yesus sembuhkanlah aku”. Mukjizat pun terjadi. Ia mengalami kesembuhan total. Dalam kesaksiannya ia berkata: “Saya baru menyadari bahwa dokter yang merawatku adalah Tuhan yang hadir untuk menyembuhkan jiwa dan ragaku. Tuhan Yesus sekarang aku percaya bahwa Engkau sungguh-sungguh Allah”.

 

Pengalaman iman sang pemuda ini mungkin juga menjadi pengalaman iman banyak orang. Ketika orang berada di zona nyaman biasanya tidak terjadi apa-apa, aman-aman saja sehingga mengingat Tuhan pun kadang-kadang atau kalau sempat saja. Tetapi ketika dirinya dihadapkan pada pengalaman yang keras, pergumulan hidup maka ia kembali mengandalkan Tuhan yang terlupakan. Beruntunglah karena Tuhan kita mahabaik dan tidak membuat perhitunganNya dengan manusia. Itulah hidup manusia di hadirat Allah. Anda dan saya pernah mengalaminya bukan hanya sekali tetapi berkali-kali.

 

Penginjil Markus pada hari ini mengisahkan bagaimana Yesus menunjukkan keilahianNya. Ia sudah membuat sebuah mukjizat dengan memperbanyak roti dan ikan, hanya saja orang-orang yang mengikutiNya termasuk para muridNya belum juga mengerti dan hati mereka masih tetap degil. Kali ini Yesus mempersilakan para muridNya untuk berangkat mendahuluiNya, sedangkan Dia sendiri menggunakan kesempatan untuk bersatu dengan Bapa dalam doa. Dikisahkan bahwa pada malam itu terjadilah angin sakal. Para murid merasa kesulitan untuk mendayung perahunya maka pada jam tiga dini hari Yesus berjalan di atas air dan sengaja melewati mereka. Mereka menunjukkan kedegilan hati karena mereka mengira bahwa Ia adalah hantu. Ia berkata: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” Ia naik ke dalam perahu dan angin menjadi redah.

Kisah injil ini menarik perhatian kita karena mengatakan hal yang aktual di dalam gereja. Ada beberapa hal penting yang patut kita refleksikan bersama. Pertama, doa adalah kebutuhan. Yesus meskipun Anak Allah  tetapi Ia rela mengosongkan diriNya dan patuh kepada Bapa di Surga. Oleh karena itu Ia selalu menggunakan waktu-waktu istimewa untuk berdoa. Apakah kita secara pribadi merasa bahwa doa adalah sebuah kebutuhan vital? Doa adalah nafas hidup kita. Kedua, Gereja adalah sebuah bahtera. Kita semua bersatu dalam sebuah bahtera yang sama dan kita butuh Yesus untuk hadir  di dalam bahtera kita. Ia sendiri adalah pokok anggur, kitalah ranting-ranting, terlepas dari Yesus, kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Ketiga,  Pergumulan hidup adalah cara Tuhan mendewasakan iman kita. Kita bergumul karena hati kita masih degil, kita belum sepenuhnya percaya kepadanya. Ia selalu berkata: “Tenanglah, Aku ini jangan takut” tetapi kita selalu takut, cemas dan gelisa dengan hidup ini. Yesus sungguh-sungguh Allah yang hidup bersama kita.

 

Saya mengakhiri renungan ini dengan mengutip Kardinal Francis Xavier Van Thuan, “Milikilah keberanian untuk menghayati iman sehari-hari, sama seperti para martir dengan berani berpegang teguh pada iman mereka. Iman adalah penerimaan tanpa syarat Tuhan Yesus Kristus, dan kebulatan tekad untuk hidup bersama Dia. Dia sungguh-sungguh Allah”

 

Doa: Tuhan, teguhkanlah iman kami, jangan biarkan kami hidup dalam ketakutan. Amen

 

PJSDB