Fresh Juice 3 Juni 2020 – Mrk. 12:18-27 : Aku percaya akan Allah yang hidup!
Podcast: Play in new window | Download (Duration: 16:16 — 6.5MB)
Pembawa Renungan : RP. John Laba, SDB
Tangerang
Lectio:
Pada suatu hari datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: “Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati. Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia.” Jawab Yesus kepada mereka: “Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Dan juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam ceritera tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Kamu benar-benar sesat!”
Demikianlah Injil Tuhan kita,Terpujilah Kristus.
Renungan:
Aku percaya akan Allah yang hidup!
Pada hari ini bersama seluruh Gereja terutama Gereja Katolik di Uganda, Afrika mengenang St. Karolus Lwanga dan kawan-kawannya yang wafat sebagai martir. Karolus lahir pada tanggal 1 Januari 1860 di Birinzi di Provinsi Buddu, dari sebuah suku bernama Muganda. Dia dikenal sebagai seorang yang berjiwa kepemimpinan yang luar bisa, tekun dalam bekerja sehingga dipercayakan untuk mengabdi kepada Raja Mwanga II dari Buganda. Karolus dibaptis pada tanggal 15 November 1885 oleh Pastor Girault. Selama mengabdi raja yang tidak mengenal agama Kristen ini, Karolus Lwanga secara sembunyi-sembunyi membaptis empat pelayan istana. Seorang di antaranya adalah St. Kizito, seorang remaja periang serta murah hati yang baru berumur tiga belas tahun. Dialah yang paling muda dalam kelompok mereka. St. Karolus Lwanga telah seringkali menyelamatkan Kizito dari nafsu jahat raja. Selama masa penganiayaan umat Kristen, Karolus menunjukkan keteguhan iman dan keberanian iman Kristen yang luar biasa bagi mereka yang menghadapi kemartiran oleh karena iman Kristen. Karolus dan teman-teman wafat sebagai martir dengan dibakar hidup-hidup. Karolus sendiri dipisahkan dari teman-teman lainnya, dibakar perlahan-lahan dari kaki sampai kepala menjelang siang pada hari Kamis tanggal 3 Juni 1886 di Namugongo Busaale. Pada saat itu Karolus baru berusia 25 tahun. Pada saat ini, beliau adalah santo pelindung orang muda Afrika. Satu perkataannya yang terkenal adalah bertobatlah dan jadilah orang Kristiani seperti saya. Tertulianus seorang Bapa Gereja pernah berkata: “Il sangue (dei martiri) è il seme dei cristiani.“ (Apologeticum, 50, 13. 3) artinya, darah para martir adalah benih iman kristiani.
Dari bacaan Injil karangan Markus yang barusan kita dengar tadi, mengisahkan tentang beberapa orang Saduki yang datang dan bersoal jawab dengan Yesus tentang kebangkitan. Orang-orang Saduki itu dikenal di kalangan luas pada masa Yesus di Yerusalem karena mereka tidak percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Mereka juga tidak dapat menerima konsep tentang surga yang tidak dapat dilihat oleh mata kepala mereka. Maka sejarahwan Flavius Yosephus bersaksi bahwa kaum Saduki itu benar-benar menolak konsep takdir, kekekalan jiwa, dan ganjaran kekal setelah kematian, serta mereka menerima adanya kehendak bebas.
Kali ini mereka memberikan sebuah kasus kepada Yesus tentang perkawinan levirat. Perkawinan levirat adalah perkawinan dengan saudara ipar untuk meneruskan keturunan dari orang yang sudah meninggal dunia. Maka kalau ada seseorang saudara laki-laki meninggal dunia tanpa memiliki keturunan maka adik laki-lakinya mempunyai kewajiban untuk mengambil janda itu menjadi istrinya. Nantinya, anak sulung yang lahir dalam perkawinan levirat ini secara hukum akan dianggap sebagai anak dari suami yang telah meninggal itu. Tentang perkawinan Levirat ini kita dapat membacanya dalam Kitab Ulangan (Ul 25:5-6), dan kisah Yehuda dan Tamar dalam Kitab Kejadian 38, dan kisah Rut dan Boaz dalam Kitab Rut (Rut 4:1-21) dapat membantu pemahaman kita.
Nah, kasus yang dipresentasikan orang-orang saduki cukup lengkap karena ada tujuh bersaudara yang menikahi seorang perempuan tetapi tidak meninggalkan seorang keturunan. Perempuan itu pun akhirnya meninggal dunia. Ini adalah kasusnya dan pertanyaan serta pernyataan untuk menguji kemampuan Yesus adalah: “Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia.” (Mrk 12:23). Saya membayangkan Tuhan Yesus memandang mereka dengan penuh kasih, serta mengoreksi kesesatan berpikir mereka. Maka Ia berkata: “Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga.” (Mrk 12:24-25). Di sini, orang-orang Saduki ditegur karena mereka sesat dalam berpikir. Mereka tidak mengerti Kitab Suci dan kuasa Allah. Ini adalah titip kelemahan mereka tetapi mereka tidak mengakuinya. Di samping itu, Yesus menyadarkan mereka bahwa apabila orang bangkit dari antara orang mati itu tidak kawin dan dikawinkan tetapi hidupnya seperti malaikat di surga.
Tuhan Yesus juga membuka pikiran mereka untuk mengimani Allah yang benar. Allah yang benar adalah Allah yang hidup yang diimani oleh orang yang hidup. Musa mengalaminya di padang gurun ketika Tuhan menyatakan dirinya sebagai Allah yang hidup: “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.” Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah.” (Kel 3:6). Allah adalah sahabat orang-orang hidup yang pernah hidup di dunia seperti Abraham, Ishak dan Yakub. Raja Daud sendiri pernah berbicara tentang kekekalan Allah yang hidup: “Tetapi aku tetap di dekat-Mu; Engkau memegang tangan kananku. Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan.” (Mzm 73:23-24).
Pada hari ini kita semua dikuatkan untuk percaya kepada Allah yang hidup. Mengapa demikian? Mari kita memandang Yesus yang wafat dan bangkit dengan mulia. Kebangkitan Kristus menjadi kebangkitan kita juga untuk mengalami hidup abadi. Berkaitan dengan ini, St. Paulus pernah mengutip nubuat Yesaya (Yes 64:4;65:17) ketika berkata: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia. Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.” (1Kor 2:9-10). Hidup kekal adalah keinginan kita untuk tetap tinggal bersama Allah yang hidup. Ini adalah pengakuan iman kristiani yakni: “Aku percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal.” Iman kita hari ini benar-benar diteguhkan oleh Tuhan Yesus.
Doa: Tuhan Yesus, pada hari ini kami memohon tambahlah iman kami supaya semakin percaya kepada Allah yang hidup yang Engkau sendiri ajarkan kepada kami. Semoga hari demi hari kami juga mampu bersaksi tentang iman yang sama kepada saudari dan saudara kami. Amen.
P. John Laba, SDB