Fresh Juice 18 Mei 2013 – Yoh. 21:20-25 : Itu Bukan Urusanmu
Podcast: Play in new window | Download (Duration: 12:24 — 3.5MB)
Pembawa Renungan : Sandy Kusuma
Kis. 28:16-20,30-31;
Mzm. 11:4,5,7;
Yoh. 21:20-25
ITU BUKAN URUSANMU
Para sahabat Fresh Juice yang dikasihi Kristus,
Pertama-tama saya menyampaikan salam kenal
kepada pendengar Fresh Juice yang baru pertama kali berjumpa dengan saya,
Sandy Kusuma, umat dari keuskupan Denpasar.
Hari ini kita akan mendengarkan Injil
yang diambil dari Injil Yohanes, Bab 21 ayat 20 sampai 25.
“Dialah murid, yang telah menuliskan semuanya ini,
dan kesaksiannya itu benar.”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes:
Setelah Yesus yang bangkit berkata kepada Petrus, “Ikutlah Aku,”
Petrus berpaling dan melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus
sedang mengikuti mereka,
yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama
duduk dekat Yesus;
dia inilah yang berkata,
“Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?”
Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus,
“Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?”
Jawab Yesus,
“Jikalau Aku menghendaki,
supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang,
itu bukan urusanmu.
Tetapi engkau, ikutlah Aku.”
Maka tersebarlah kabar di antara saudara-saudara itu,
bahwa murid itu tidak akan mati.
Tetapi Yesus tidak mengatakan kepada Petrus,
bahwa murid itu tidak akan mati,
melainkan,
“Jikalau Aku menghendaki
supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang,
itu bukan urusanmu.”
Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini,
dan yang telah menuliskannya;
dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar.
Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus,
tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu,
maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat
semua kitab yang harus ditulis itu.
Demikianlah Injil Tuhan.
Para pendengar Fresh Juice yang saya kasihi di dalam Yesus Kristus,
Injil yang baru kita dengar ini
menceritakan ketika Yesus menampakkan diri-Nya
di hadapan para rasul di tepi danau Tiberias.
Terjadi sukacita pada waktu itu.
Mereka memperoleh banyak ikan berkat pertolongan Yesus.
Sesudah bersantap bersama, Yesus bertanya kepada Petrus sampai tiga kali,
“Apakah Engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?”
Sampai tiga kali pula Yesus meminta kepada Petrus, “Gembalakanlah domba-dombaku.”
Tentu ini merupakan kehormatan besar bagi Petrus, menerima mandat dari Yesus untuk menggembalakan umat.
Tetapi di balik sukacita itu,
Nampaknya Petrusresah juga.
Yesus bernubuat tentang bagaimana Petrus akan menemui ajalnya,
“Engkau akan mengulurkan tanganmu,
dan orang lain akan mengikat engkau
dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.”
Lalu Petrus pun ingin mengetahui,
apakah yang akan terjadi dengan Yohanes, murid yang dikasihi Yesus itu.
Petrus lalu bertanya kepada Yesus,
“Tuhan, Apakah yang akan terjadi dengan Yohanes?”
Yesus pun menjawab,
“Jikalau Aku menghendaki,
supaya Yohanes tetap hidup sampai Aku datang nanti,
itu bukan urusanmu.”
Saudara-saudara,
Sampai sekarang pun masa depan tetap merupakan misteri bagi kita,
termasuk soal kematian.
Kita tidak pernah mengetahui apa yang akan terjadi,
tidak pernah mengetahui kapan saatnya kematian itu tiba.
Yang sudah terjadi saja seringkali tidak kita ketahui, apalagi yang belum terjadi.
Mungkin saja kita bisa memprediksi atau menduga-duga, meramal atau menebak-nebak,
tetapi tidak bisa memastikannya, tidak bisa memastikan kapan kematian akan terjadi,
karena itu memang bukan urusan kita.
Misteri itu bisa diungkap jika memang menjadi kehendak Tuhan.
Yesus dan para nabi banyak bernubuat hal-hal yang berkaitan dengan karya Allah.
Itu karena memang merupakan kehendak Tuhan.
Keinginan-tahuan kita akan urusan Tuhan, boleh dibilang usil atau mau tahu saja.
Bisa jadi kita akan datang kepada orang yang kita anggap bisa melihat masa depan,
tetapi itu dilakukan oleh orang-orang yang imannya masih abu-abu.
Orang beriman tidak datang kepada dukun peramal,
melainkan datang kepada Tuhan dalam doa,
menanyakan soal masa depan,
sekali pun sesungguhnya ia sudah tahu
apa jawaban Tuhan, yakni:
Itu bukan urusanmu!
Sebelum menikah, saya tidak pernah dipusingkan oleh urusan kematian.
Terutama di saat saya hidup dalam kegelapan,
kematian malah akan menyudahi penderitaan saya.
Begitulah pikiran saya waktu itu.
Tidaklah mengherankan
kalau orang-orang di sekitar menganggap saya sebagai orang nekat.
Hanya gara-gara masalah sepele dengan istri, yang waktu itu masih pacar,
bisa timbul keinginan
untuk mengendarai mobil sekencang-kencangnya,
lalu mengarahkannya ke pohon yang besar.
Berbagai mara-bahaya saya tempuh, tetapi tidak mati-mati juga.
Setelah menikah dan memiliki anak-anak,
keadaan menjadi terbalik.
Saya menjadi takut mati.
Kalau saya mati, siapa yang akan mengurusi istri dan anak-anak saya?
Saya tidak sanggup membayangkan,
bagaimana istri saya akan menjadi janda,
dan bagaimana anak-anak saya menjadi yatim.
Ini menimbulkan kesedihan, dan bahkan ketakutan.
Hati dan pikiran saya menjadi kacau-balau.
Kalau terjadi kematian,
siapa sesungguhnya yang patut bersedih:
yang meninggalkah, atau yang ditinggalkan?
Lalu saya bernegosiasi dengan Tuhan,
memohon dengan sangat, terkadang setengah memaksa,
agar Tuhan memberi saya kesempatan
untuk membesarkan anak-anak saya.
Itu saya lakukan karena saya mulai menyadari,
bahwa kematian adalah urusan Tuhan.
Saya seperti menghitung hari,
setiap kali bangun pagi,
saya memeriksa apakah saya masih bernafas,
apakah jantung saya masih berdetak.
Sekarang,
setelah bertahun-tahun menekuni Injil,
kekacauan hati itu mereda,
persis seperti Yesus yang meredakan badai yang mengamuk.
Bacaan Injil hari ini
adalah salah satu yang telah meneguhkan saya,
bahwa kematian itu bukan urusan saya, melainkan urusan Tuhan.
Sama sekali saya tidak memiliki kemampuan untuk mengaturnya.
Tetapi jangan salah,
bukan berarti saya tidak mau tahu soal kematian ini,
sebab urusan Tuhan adalah urusan saya juga.
Bukan berarti dengan sengaja saya menantang-nantang bahaya
atau mengabaikan kesehatan badan,
toh kalau sudah saatnya mati, iya pasti mati.
Tidak.
Pemikiran seperti ini tidak bijaksana.
Ini sama artinya saya menantang-nantang Tuhan,
atau memaksa-maksa Tuhan
untuk segera mengambil keputusan soal kematian saya.
Lalu, mesti bagaimana lagi?
Biarlah kematian itu tetap menjadi misteri bagi saya.
Biarlah Tuhan yang memutuskan kapan saatnya tiba.
Yang perlu saya lakukan adalah
mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya.
Dan itu mesti saya lakukan hari ini, tidak ditunda-tunda lagi.
Anggaplah hari esok itu tidak akan datang, “If tomorrow never comes.”
Hari ini masih ada waktu untuk mempersiapkannya.
Marilah kita tutup renungan hari ini dengan berdoa bersama.
“Ya, Bapa di Surga.
Dampingilah kami dengan Roh Kudus-Mu,
agar kami dapat mempersiapkan dengan sebaik-baiknya,
saat perjumpaan dengan-Mu kelak di kemudian hari,
yakni pada hari yang telah Kautetapkan bagi kami.
Amin.
Sampai jumpa bulan depan.
Salam Fresh juice!