Fresh Juice 19 Juli 2013 – Mat. 12:1-8: MO SIONG KON

Play

Pembawa Renungan : RD YOSEF SETIAWAN

Kel. 11:10-12:14;
Mzm. 116:12-13,15-16bc,17-18;
Mat. 12:1-8

MO SIONG KON

Saudara-saudari, di sebuah biara susteran, suster kepala memelihara kucing. Tiap kali suster kepala siap untuk melakukan ibadat malam, kucing nya mengeong-ngeong, sehingga mengganggu para suster yang sedang berdoa. Maka ia menyuruh supaya kucing itu diikat selama ibadat malam.
Lama sesudah suster kepala meninggal, kucing itu masih tetap diikat selama ibadat malam. Dan setelah kucing itu mati, dibawalah kucing baru ke susteran, untuk dapat diikat sebagaimana biasa terjadi selama ibadat malam.
Bertahun-tahun kemudian buku-buku regula biara penuh dengan tulisan ilmiah para suster muda, mengenai peran penting seekor kucing dalam ibadat yang diatur sebagaimana mestinya.
Aha! Ini mana yang lebih penting sebetulnya? Kucingnya atau ibadat malamnya? Awalnya ada kucing yang mengganggu ibadat maka kucing itu diikat supaya tidak mengganggu, lha setelah kucing itu mati kan seharusnya gak perlu mencari kucing baru lagi. Tidak ada kucing dalam ibadat kan mo siong kon, ga papa…Lha kok malah dibuat aturan mengenai perlunya kucing dalam ibadat.
Saudara-saudari, Orang bisa saja kehilangan focus. Hukum dan peraturan dibuat sebetulnya untuk manusia, bukan manusia untuk hukum itu. Tapi karena kehilangan focus, maka manusia dikendalikan hukum itu sendiri. Hukum dipatuhi demi hukum, bukan demi manusia nya.
Bacaan hari ini memperlihatkan orang Farisi meributkan soal aturan Sabat. Mereka mempertanyakan mengapa murid-murid Yesus diperkenankan memetik bulir gandum pada hari Sabat? Padahal pada hari sabat, dilarang melakukan sesuatu pekerjaan, dilarang memasang api dll.
Karena hukum Sabat, orang Farisi menjadi begitu kaku. Mereka menerapkan aturan tidak boleh melakukan kegiatan apapun sebagai harga mati, tidak bisa ditawar-tawar lagi tanpa melihat kepentingan yang lebih besar, misalnya memelihara kehidupan. Saat itu kan murid-murid lapar, maka mereka memetik bulir gandum dan memakannya. Lebih baik mempertahankan hidup daripada hanya mentaati aturan dan membuat mereka mati.
Yesus kemudian mencela ahli Taurat dan orang Farisi: “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan”. Mat 23:23
Saudara-saudari pendengar setia freshjuice…. Dalam kehidupan bersama ada hukum atau aturan bersama. Yang terpenting bukan semata-mata melaksanakan hukum atau aturan bersama itu, melainkan juga kita perlu memahami makna dari aturan bersama tersebut. Hukum atau aturan dibuat pada akhirnya untuk keselamatan jiwa-jiwa seperti dikatakan dalam Kanon 1752 – dan memperhatikan keselamatan jiwa-jiwa, yang dalam Gereja harus selalu menjadi hukum yang tertinggi.
Keluaran 20:11  Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya. Karena itu Musa menyerukan: “enam hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada perhentian kudus bagimu, yakni sabat, hari perhentian penuh bagi Tuhan; (Keluaran 35:2)
Ulangan 5:15  Sebab haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat.
Bagi umat Yahudi, mereka merayakan hari Sabat dengan aturan mempersembahkan kurban. Dalam Bilangan 28:9  “Pada hari Sabat: dua ekor domba berumur setahun yang tidak bercela, dan dua persepuluh efa tepung yang terbaik sebagai korban sajian, diolah dengan minyak, serta dengan korban curahannya. Itulah korban bakaran Sabat pada tiap-tiap Sabat, disamping korban bakaran yang tetap dan korban curahannya.
Jadi menurut saya hari Sabat adalah hari perhentian penuh untuk menghormati Tuhan Allah. Sebab Ia lah yang menciptakan kita, Ia juga yang meluputkan kita dari perbudakan, dan Ia yang memberi kita keselamatan. Maka pada hari Sabat itulah kita mengkhususkan hari itu sebagai hari Tuhan. Kita mengucap syukur atas apa yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita. Itulah makna di balik aturan hari Sabat.
Hari Sabat, harinya Tuhan, sejatinya hari Sabtu. Oleh umat kristiani harinya diganti hari Minggu karena alasan bahwa hari kebangkitan Yesus jatuh pada hari Minggu. Maka sampai saat ini kita merayakan pula hari Sabat, hari yang dikhususkan untuk Tuhan itu kita rayakan pada hari Minggu.
Sama seperti orang Yahudi, kita juga mempersembahkan korban ke altarnya. Tapi korban itu adalah korban Ekaristi, yaitu tubuh Tuhan sendiri, sang Anak Domba Allah.
Maka mari menghayati aturan hari Sabat secara baru, bukan secara kaku. Hidup bersama akan rukun dan damai kalau mendengar kata ko Ahon, “mo siong kon…..” Telah 6 hari kita bekerja untuk keluarga kita, untuk diri kita, maka di hari ke 7 kita beristirahat dan kita khususkan hari itu untuk TUhan. Kalau gak bisa pergi ke gereja hari Minggu pagi, mo siong kon, kan ada Misa hari Sabtu sore atau di beberapa tempat juga ada Minggu sore. Kalau gak punya banyak uang untuk kolekte, mo siong kon…gapapa. Receh juga ga papa. Gak punya uang sama sekali, mo siong kon, gak papa..yang penting bawa hati. Kalau gak punya baju yang bagus untuk dipakai, mo siong kon, gapapa…pakailah baju yang bersih dan sopan. Gak punya suara yang merdu, mo siong kon…ga papa..yang penting ikut nyanyi. Tuhan menghendaki belaskasihan bukan persembahan.

RD Yosef Setiawan