Fresh Juice 24 Juli 2013 – Mat. 13:1-9 : Benih itu ditaburkan

Play

Pembawa Renungan : Rm John Laba, SDB

Kel. 16:1-5,9-15;
Mzm. 78:18-19,23-24,25-26,27-28;
Mat. 13:1-9

Hari Rabu, Pekan Biasa XVI

 

Bacaan:

Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau. Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai. Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!”

 

Benih itu ditaburkan

 

Saya memiliki kenangan manis ketika masih menjadi mahasiswa teologi di Yerusalem. Pada waktu itu kami memiliki banyak kesempatan untuk melakukan perjalanan demi melihat dan mengenal lebih dalam mengenai tempat-tempat yang lazim disebutkan di dalam Kitab Suci, terutama Kitab Suci Perjanjian Baru. Kadang-kadang kami melihat pemandangan yang menarik tentang cara bercocok tanam yang dilakukan oleh orang-orang Israel saat ini dan coba membandingkannya dengan para petani pada zaman Yesus. Israel adalah salah satu negara yang paling maju dalam bidang industri pertanian. Tanah yang tandus, padang gurun dapat diubah menjadi sebuah daerah yang hijau untuk dihuni. Tetapi lebih menarik adalah daerah Galilea yang sangat subur dengan pohon buah-buahan, sayur mayur dan gandum. Tentu sistem pertanian saat ini sangat modern dan berbeda dengan zaman dahulu sehingga daerah Galilea dapat memberi makan kepada para penghuninya sepanjang tahun.

Penginjil Matius berhasil merekam sebuah peristiwa penting di mana Yesus keluar dari rumah di Kapernaum dan duduk di pantai danau Galilea. Banyak orang datang kepadaNya untuk mendengar perkataanNya. Ia pun naik ke atas perahu dan sambil duduk Ia berbicara dengan orang-orang tersebut dalam bentuk perumpamaan. Dari atas perahu, Yesus tentu melihat daerah-daerah di pinggir danau yang sangat subur dan penuh dengan tanaman gandum. Maka Ia betbicara dengan mereka dalam bentuk perumpamaan tentang pentingnya mendengar Sabda. Ia memberi perumpamaan tentang seorang penabur yang menabur benih sesuai seleranya. Benih yang ditabur itu jatuh di tempat-tempat istimewa yaitu Pertama, di pinggir jalan sehingga burung-burung memakannya. Kedua, di tanah yang berbatu, tidak banyak tanahnya, benih segera tumbuh karena tanahnya tipis. Namun tumbuhan baru itu segera layu dan mati karena tidak berakar. Ketiga, semak berduri yang masih kecil, lama kelamaan menjadi besar, menghimpitnya dan tanaman itu mati. Keempat, tanah yang baik sehingga menghasilkan buah seratus kali lipat, enam puluh kali lipat dan tiga puluh kali lipat. Yesus mengakhiri perumpamaan dengan mengatakan: “Siapa yang bertelinga hendaklah ia mendengar”.

Yesus tidak mengajar orang-orang di pinggir danau tetapi berbicara (lalein) atau menyampaikan banyak hal dalam bentuk perumpamaan. Inti pembicaraan Yesus adalah tentang mendesaknya Kerajaan Allah. Artinya Kerajaan Allah sudah berada di tengah-tengah mereka. Maka mereka yang mendengar Yesus berbicara juga dengan sendirinya menerima Kerajaan Allah yang sedang Ia wartakan dan bertugas untuk mewartakannya. Namun demikian Yesus sendiri menyadari bahwa sebagai seorang penabur ulung, benih yang tidak lain adalah semua perkataanNya sebagai wujud nyata Kerajaan Allah tidak akan menghasilkan buah yang berlimpah. Ada banyak kesulitan yang akan dialami bahkan Ia sendiri akan wafat di kayu salib. Namun dengan pengalaman paskah itu, Kerajaan Allah benar-benar menunjukkan kuasa dan keagungannya serta menghasilkan buah yang berlimpah.Melalui perumpamaan ini, Yesus juga mengajak para murid untuk tidak pernah lelah atau takut mewartakan Kerajaan Allah. Mereka harus tetap berharap pada kuasa Tuhan . Tuhanlah yang akan membantu mereka untuk berkarya dan melayani KerajaanNya sehingga dapat menghasilkan buah yang berlimpah. Itu sebabnya pada akhir perikop injil, Yesus berkata: “Siapa yang bertelinga hendaklah ia mendengar”.

Satu hal yang dapat kita ambil sebagai bagian dari pengalaman rohani kita pada hari ini adalah kemampuan untuk mendengar. Tuhan sangat baik karena menciptakan dua telinga untuk mendengar dengan baik segala sesuatu di dalam hidup kita. Kita memang memiliki telinga sebagai anggota tubuh kita. Pikiran kita sendiri sebenarnya memiliki telinga bahkan hati kita sendiri memiliki telinga. Dalam bahasa Inggris, hati disebut heart dan kalau kita perhatikan ada kata ear dalam kata heart yang berarti telinga. Apa artinya bagi kita? Ketika kita mendengar Sabda Tuhan, tidaklah cukup kita mendengarnya sebagai bunyi atau arus ujaran yang menggetarkan telinga kita sehingga dapat mendengar tetapi tidak mengertinya. Tidaklah cukup kita mendengar dengan pikiran (mind) dan memahami makna kata-kata yang kita dengar. Kita harus mendengar dengan hati. Maka sabda Yesus harus didengar dengan hati karena Yesus sendiri berbicara bukan hanya dengan mulut, dengan pikiran tetapi juga dengan hati. Di dalam hati kitalah Tuhan mau berbicara dan kita siap mendengarNya (Hos 2:16). Kita dapat mendengar dengan hati kalau Roh Kudus menolong kita dan membuat kita mendengar dalam bathin apa yang kita dengar dari luar. Maka kalau membaca Kitab Suci, pertama berdoalah kepada Allah Roh Kudus.

Doa: Ya Allah Roh Kudus, bukalah hati kami untuk mendengar semua perkataan Yesus Kristus Putera Allah. Semoga SabdaNya dapat menjadi pelita bagi langkah kaki kami. Amen

PJSDB